PHMI | Fakta Hukum – Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam konteks hukum perdata adalah setiap tindakan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian pada orang lain, sehingga pelaku perbuatan tersebut wajib mengganti kerugian yang ditimbulkan. PMH dapat berupa tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan, norma kesusilaan, kepatutan, atau kehati-hatian dalam hubungan antar sesama warga masyarakat.
PMH tidak hanya terbatas pada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan tertulis, tetapi juga mencakup pelanggaran terhadap norma-norma tidak tertulis yang berlaku di masyarakat, seperti kesusilaan, kepatutan, dan kehati-hatian.
Untuk dapat dikategorikan sebagai PMH, tindakan tersebut harus menyebabkan kerugian, baik materiil maupun immaterial, pada orang lain.
Dalam hukum perdata, pengajuan gugatan dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu gugatan wanprestasi atas dasar perjanjian dan gugatan perbuatan melawan hukum atas dasar hukum. Dalam praktiknya, gugatan perbuatan melawan hukum terjadi jika antara para pihak yang berseteru tidak memiliki hubungan perjanjian. Oleh karena itu, hukum menjamin perlindungan kepada pihak yang dirugikan.
Gugatan yang diajukan oleh penggugat dalam ranah hukum perdata biasanya berisikan dalil-dalil yang didukung dengan alat-alat bukti. Hal ini berdasarkan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) yang berbunyi, pada proses pembuktian terdapat prinsip bahwa setiap orang yang mendalilkan harus membuktikan. Maka dari itu, pembuktian unsur-unsur pada gugatan perdata dibebankan kepada penggugat.
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut. Merujuk dari penjelasan ini, terdapat 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan keberadaannya jika ingin menggugat berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, yaitu:
- Perbuatan melawan hukum
Unsur ini menekankan pada tindakan seseorang yang dinilai melanggar kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. Sejak tahun 1919, pengertian dari kata “hukum” diperluas yaitu bukan hanya perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dianggap melawan hukum bukan hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis, tetapi juga kaidah hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat, seperti asas kepatutan atau asas kesusilaan.
- Kesalahan
Menurut ahli hukum perdata Rutten menyatakan bahwa setiap akibat dari perbuatan melawan hukum tidak bisa dimintai pertanggungjawaban jika tidak terdapat unsur kesalahan.
Unsur kesalahan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu kesalahan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kesalahan karena kekurang hati-hatian atau kealpaan. Dalam hukum perdata, baik kesalahan atas dasar kesengajaan ataupun kekurang hati-hatian memiliki akibat hukum yang sama. Hal ini dikarenakan menurut Pasal 1365 KUHPerdata perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya.
Contohnya seorang pengendara mobil menabrak pejalan kaki dan mengakibatkan pejalan kaki tersebut pingsan. Atas hal tersebut baik terhadap pengendara yang memang sengaja menabrak pejalan kaki tersebut ataupun lalai misalnya karena mengantuk, tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pejalan kaki tersebut.
- Kerugian
Kerugian dalam hukum perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yakni kerugian materil dan/atau kerugian immateril. Kerugian materil adalah kerugian yang secara nyata diderita. Adapun yang dimaksud dengan kerugian immateril adalah kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari. Pada praktiknya, pemenuhan tuntutan kerugian immateril diserahkan kepada hakim, hal ini yang kemudian membuat kesulitan dalam menentukan besaran kerugian immateril yang akan dikabulkan karena tolak ukurnya diserahkan kepada subjektifitas Hakim yang memutus.
- Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum oleh pelaku dan kerugian yang dialami korban.
Ajaran kausalitas dalam hukum perdata adalah untuk meneliti hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Unsur ini ingin menegaskan bahwa sebelum meminta pertanggungjawaban perlu dibuktikan terlebih dahulu hubungan sebab-akibat dari pelaku kepada korban. Hubungan ini menyangkut pada kerugian yang dialami oleh korban merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku.
Dapat disimpulkan, penggugat yang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum wajib membuktikan keempat syarat tersebut. Apabila salah satunya tidak terpenuhi, gugatan akan ditolak. Akan tetapi, penyelesaian permasalahan secara musyawarah lebih baik daripada pengajuan perkara ke pengadilan. Hal ini dikarenakan pengajuan ke pengadilan akan menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit serta hal yang diajukan juga belum tentu akan dikabulkan.
Ganti Rugi dalam PMH
Ganti rugi dalam konteks PMH merupakan kompensasi yang diberikan kepada korban, yang sering kali melebihi kerugian nyata yang dialami. Bentuk ganti rugi ini mencakup beberapa jenis, antara lain:
- Ganti Rugi Nominal
Ketika terjadi PMH yang serius, seperti tindakan yang disengaja namun tidak menyebabkan kerugian nyata, korban dapat menerima sejumlah uang sebagai bentuk keadilan, tanpa memperhitungkan kerugian sebenarnya. Ini dikenal sebagai ganti rugi nominal.
- Ganti Rugi Kompensasi
Ganti rugi kompensasi adalah pembayaran kepada korban yang sebanding dengan kerugian nyata yang diderita akibat PMH. Ini juga disebut ganti rugi aktual. Contohnya termasuk biaya yang telah dikeluarkan oleh korban, kehilangan pendapatan, biaya pengobatan, dan penderitaan mental seperti stres, malu, dan rusaknya reputasi.
- Ganti Rugi Penghukuman
Ganti rugi penghukuman adalah bentuk kompensasi yang jumlahnya lebih besar dari kerugian sebenarnya. Ini dimaksudkan sebagai hukuman bagi pelaku dan diterapkan pada kasus-kasus berat yang melibatkan tindakan yang disengaja dan sadis.
Dasar Hukum:
- Pasal 1365 KUH Perdata
- Pasal 1366 KUH Perdata
- Pasal 1367: Mengatur PMH akibat kelalaian.